Pengertian Kepariwisataan
Pada awal perkembangan kepariwisataan -, paradigma
kepariwisataan dunia mengusung keyakinan bahwa kepariwisataan tidak
menghabiskan sumber daya alam. Namun dewasa ini, pandangan tentang sumber
daya alam tersebut dilihat juga dari sudut nilai-nilainya, tidak semata-mata
dari kuantitasnya belaka.
Dengan adanya “drive” ke arah pemanfaatan sumber daya
alam untuk kepentingan kepariwisataan, misalnya bahan bangunan kayu, yang
digunakan untuk membangun hotel, restoran, gedung pertemuan/konferensi,
furniture dsb., serta sumber alam mineral seperti Bahan Bakar Minyak yang
digunakan untuk keperluan angkutan wisatawan, serta kerusakan lingkungan alam
yang disebabkan oleh pembangunan fasilitas dan sarana kepariwisataan,
menyebabkan paradigma itu bergeser ke arah pemahaman bahwa sumber alam cepat
atau lambat semakin berkurang nilainya disebabkan karena perkembangan
kepariwisataan.
Pada gilirannya, kuantitasnya pun semakin berkurang, dalam
bentuk berkurangnya luas hutan, luas lahan hijau, jumlah keragaman hayati (bio-diversity),
debit air tanah, dsb.
Atas dasar pemikiran tersebutlah timbul berbagai gerakan, berupa pembahasan, pengamatan, penelitian dsb. Yang menunjang penyelenggaraan kepariwisataan berkelanjutan.
Meskipun demikian, gerakan itu bukanlah tidak berhadapan dengan kendala.
Atas dasar pemikiran tersebutlah timbul berbagai gerakan, berupa pembahasan, pengamatan, penelitian dsb. Yang menunjang penyelenggaraan kepariwisataan berkelanjutan.
Meskipun demikian, gerakan itu bukanlah tidak berhadapan dengan kendala.
Adapun salah satu kendalanya adalah perbedaan pemahaman tentang
pembangunan berkelanjutan itu sendiri, terutama dalam hubungannya dengan
pemahaman tentang Wisata Eco (Ecotourism). Perkembangan pemahaman
tentang ecotourism berawal di tahun 1970-an dengan
berkembangnya kepariwisataan berbasis alam, yang pada intinya merupakan “acara
perjalanan” yang meliputi kunjungan ke tempat-tempat yang berada di lingkungan
alam. Pada awal tahun 1990-an, perkembangan dan pertumbuhan ecotourism,
– bersama dengan pariwisata alam, budaya, peninggalan sejarah dan petualangan
-, secara global telah menjadi sektor industri pariwisata yang mengalami laju
pertumbuhan terpesat.
Source:http://caretourism.wordpress.com/2011/08/30/pengertian-kepariwisataan-ecotourism/
Salah
satu istilah yang digunakan secara “resmi” sebagai nama sebuah kementerian,
yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang berwenang menangani
“kebudayaan” dan “kepariwisataan“, tidak menggunakan istilah
“kepariwisataan” melainkan “pariwisata“, berbeda halnya dengan istilah
“kebudayaan” yang digunakannya secara berdampingan.
Sementara itu Undang-undang no. 10/Th 2009 (UU no.10/2009) disebutnya sebagai Undang-undang tentang “Kepariwisataan”. Di samping itu, kita sering mendengar dan membaca adanya istilah “obyek wisata” dan “atraksi wisata“. Oleh karena itu tidaklah heran jika banyak pihak yang mempertanyakan akan perbedaan antara wisata, pariwisata dan kepariwisataan. Atas dasar apa pilihan istilah wisata, pariwisata dan kepariwisataan itu digunakan?
Dengan diundangkannya UU no.10/2009 tentang Kepariwisataan, diharapkan penggunaan istilah-istilah itu dilakukan lebih tertib sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa sehingga tidak lagi menimbulkan pengertian yang membingungkan.
Sementara itu Undang-undang no. 10/Th 2009 (UU no.10/2009) disebutnya sebagai Undang-undang tentang “Kepariwisataan”. Di samping itu, kita sering mendengar dan membaca adanya istilah “obyek wisata” dan “atraksi wisata“. Oleh karena itu tidaklah heran jika banyak pihak yang mempertanyakan akan perbedaan antara wisata, pariwisata dan kepariwisataan. Atas dasar apa pilihan istilah wisata, pariwisata dan kepariwisataan itu digunakan?
Dengan diundangkannya UU no.10/2009 tentang Kepariwisataan, diharapkan penggunaan istilah-istilah itu dilakukan lebih tertib sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa sehingga tidak lagi menimbulkan pengertian yang membingungkan.
Di
dalam BAB I Ketentuan Umum UU no.10/2009 ditetapkan berbagai ketentuan yang
terkait dengan kepariwisataan, di antaranya sebagai berikut.
·
WISATA
: adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu tertentu;
·
WISATAWAN :
adalah orang yang melakukan wisata;
·
PARIWISATA :
adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah;
·
KEPARIWISATAAN :
adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.
Definisi
yang ditentukan dalam UU no.10/2009 tersebut merupakan salah satu definisi di
antara sekian banyak definisi yang kita kenal selama ini. Definisi ini
dimaksudkan sebagai acuan dalam upaya pengembangan kepariwisataan Indonesia.
Tidak berlaku universal.
Untuk
memperoleh pengertian yang sama mengenai istilah-istilah tersebut, sebaiknya
kita tinjau juga dari sudut lainnya yang bersifat universal dan ditujukan untuk
memberikan acuan bagi kebutuhan lainnya, antara lain kebutuhan statistik dan /
atau pengaturan dan pengelolaan kepariwisataan secara internasional. Tinjauan
tersebut dapat dilakukan dari dua segi pengertian, yaitu Pengertian istilah
(etimologi) dan Pengertian ilmiah (definisi).
Source
: http://caretourism.wordpress.com/2010/08/12/pengertian-dasar-kepariwisataan/
Pengertian ilmiah
Yang dimaksud dengan pengertian ilmiah di sini adalah pengertian yang dinyatakan dalam bentuk definisi, yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan “Apa sebenarnya kepariwisataan itu?”
Dari sekian banyak definisi, dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam pengertian ‘kepariwisataan’ terkandung adanya tiga fikiran dasar mengenai:
- Adanya ‘gerak’, – perpindahan
manusia dari satu tempat ke tempat lainnya;
- Adanya ‘jeda’, – perhentian untuk
sementara waktu (bukan untuk menetap), daripada orang-orang yang bergerak
tersebut, di satu atau beberapa tempat yang bukan tempat tinggalnya;
- Persinggahan dan/atau kunjungan
tersebut tidak untuk mencari nafkah.
Dengan bertolak
dari tiga fikiran dasar tersebut dapatlah disusun suatu definisi yang dapat
mencakup pengertian yang lebih luas dan bersifat flexible, dapat digunakan
untuk berbagai maksud, sebagai berikut :
Kepariwisataan adalah gejala-gejala yang menyangkut lalulintas manusia, berikut barang bawaannya, yang melakukan perjalanan untuk tujuan apa pun sepanjang tidak untuk maksud-maksud menetap serta memangku suatu jabatan dengan memperoleh upah dari tempat yang dikunjunginya.
Kepariwisataan adalah gejala-gejala yang menyangkut lalulintas manusia, berikut barang bawaannya, yang melakukan perjalanan untuk tujuan apa pun sepanjang tidak untuk maksud-maksud menetap serta memangku suatu jabatan dengan memperoleh upah dari tempat yang dikunjunginya.
Bila
kepariwisataan (tourism) adalah gejala-gejala mengenai lalulintas manusia, maka
pariwisatawan (tourist) adalah orang-orangnya yang berlalulintas, sehingga
dapat dinyatakan bahwa:
Pariwisatawan, adalah orang yang malakukan perjalanan untuk tujuan apapun sepanjang tujuannya tidak untuk maksud-maksud menetap dan memangku suatu jabatan dengan memperoleh upah dari tempat yang dikunjunginya, paling sedikit tinggal selama 24 jam di tempat ia berkunjung tersebut.
Pariwisatawan, adalah orang yang malakukan perjalanan untuk tujuan apapun sepanjang tujuannya tidak untuk maksud-maksud menetap dan memangku suatu jabatan dengan memperoleh upah dari tempat yang dikunjunginya, paling sedikit tinggal selama 24 jam di tempat ia berkunjung tersebut.
Landasan pemikiran daripada definisi tersebut di atas adalah definisi yang dianjurkan oleh IUOTO (International Union of Official Travel Organizations – yang sekarang bernama WTO, World Tourism Organization) dalam rekomendasinya kepada Komisi Statistik PBB, sebagai hasil konferensi mengenai perjalanan dan pariwisata internasional (The United Nations Conference on International Travel and Tourism) di Roma, 21 Agustus – 5 September 1963.
IUOTO memberikan definisi tersebut dalam hubungannya dengan maksud-maksud statistik, yang digunakan juga oleh Indonesia, sebagai berikut:
Untuk maksud-maksud statistik, dengan istilah “pengunjung” (visitor) dimaksudkan:
“Setiap orang yang berkunjung ke suatu negara selain dari negara di mana ia biasanya bertempat tinggal, untuk tujuan apapun selain untuk maksud memangku jabatan dengan memperoleh upah dari negara yang dikunjunginya”.
Pada hakekatnya, penghitungan pengunjung tidak dilakukan berdasarkan jumlah orang, melainkan jumlah kunjungan (visit).
Dengan demikian seseorang dapat dihitung lebih dari satu kali kunjungan. Misalnya seorang melakukan kunjungan tiga kali dalam setahun, maka pengunjungnya = 1; kunjungan = 3).
Danau Kelimutu
Wisata Alam – Danau Kelimutu – Flores
– Nusa Tenggara Tmur
Danau Kelimutu adalah danau kawah
yang terletak di puncak Gunung Kelimutu (gunung berapi) yang terletak di Pulau
Flores, Provinsi NTT, Indonesia. Lokasi gunung ini tepatnya di Desa Pemo,
Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende.
Danau Kelimutu
danau-kelimutu-indonesiaseoulorgDanau ini dikenal dengan
nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah,
biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah
seiring dengan perjalanan waktu.
Danau ini berada di ketinggian 1.631 meter dari permukaan
laut.
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang
sesuai dengan warna – warna yang ada di dalam danau. Danau berwarna biru atau
“Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang
telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau “Tiwu Ata Polo” merupakan
tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup
selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau “Tiwu
Ata Mbupu” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah
meninggal.
Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan
volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit
yang mudah longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70
derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter.
Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh Van Such Telen,
warga negara Belanda, tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman
melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai
datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka
yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin
tahu kejadian alam yang amat langka itu.
Kawasan Konservasi Alam Nasional
Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi
Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.
Jenis hutan
Hutan Dipterokarp Bukit adalah kawasan hutan yang terdapat
di ketinggian antara 300 – 750 meter.
Hutan Dipterokarp Bukit 300 – 750 meter
Hutan Dipterokarp Atas ketinggian 750 – 1.200 meter
Hutan Montane 1,200 – 1.500 meter
Hutan Ericaceous > 1.500 meter
Beberapa flora yang dapat ditemui di sekitar danau antara
lain Kesambi (Schleichera oleosa), Cemara (Casuarina equisetifolia) dan bunga
abadi Edelweiss. Sedangkan fauna yang ada di sekitar danau, antara lain Rusa
(Cervus timorensis), Babi hutan (Sus sp.), Ayam hutan (Gallus gallus) dan Elang
(Elanus sp.)
Danau Kelimutu yang terletak di puncak Gunung Kelimutu ini
masuk dalam rangkaian Taman Nasional Kelimutu.
Danau Kelimutu mempunyai tiga kubangan raksasa. Masing-masing kubangan
mempunyai warna air yang selalu berubah tiap tahunnya. Air di salah satu tiga
kubangan berwarna merah dan dapat menjadi hijau tua serta merah hati; di
kubangan lainnya berwarna hijau tua menjadi hijau muda; dan di kubangan ketiga
berwarna coklat kehitaman menjadi biru langit. Secara adminitratif, Danau
Kelimutu berada pada 3 kecamatan, yakni Kecamatan Detsuko, Kecamatan Wolowaru
dan Kecamatan Ndona, ketiganya berada di bawah naungan Kabupaten Dati II Ende,
Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Akses ke Kawasan ini yaitu dari ibukota Propinsi NTT, yakni
Kupang, menggunakan pesawat menuju kota Ende, di Pulau Flores, dengan waktu
tempuh mencapai 40 menit. kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan
angkutan umum berupa mini bus, menuju Desa Kaonara, yang berjarak 93 km, dengan
waktu tempuh sekitar 3 jam. Dari Desa Koanara menuju Puncak Danau Kelimutu,
berjalan sepanjang 2,5 km.
Sebagai salah satu objek wisata andalan , maka akomodasi di
sekitar danau cukup diperhatikan. Di sekitar danau terdapat pondok jaga,
shelter berteduh untuk pengunjung, MCK, kapasitas lahan parkir , serta beberapa
losmen kecil .
(Sumber: http://www.wisatamelayu.com)
Gunung Bromo
Gunung yang namanya berasal dari nama dewa dalam ajaran
agama Hindu, Dewa Brahma, ini merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru dan telah menjadi tempat wisata paling terkenal di provinsi Jawa
Timur. Taman nasional seluas 800 km persegi ini melingkupi kawasan Gunung Bromo
dan Gunung Semeru.
Upacara Yadnya Kasada atau Kasodo
Upacara ini merupakan bagian dari tradisi Suku Tengger.
Kasodo biasa dilaksanakan pada hari ke-14 di bulan kesepuluh penanggalan Jawa
Hindu Tengger. Upacara di mulai dari Pura Luhur Poten yang berada di kaki
Gunung Bromo. Selanjutnya, suku Tengger akan berjalan menuju kawah untuk
melemparkan sesaji yang terlah disiapkan. Sesaji umumnya berupa hasil pertanian
dan perkebunan juga ayam yang masih hidup.
Asal dari upacara ini tak lepas dari kisah Joko Seger dan
Roro Anteng. Pasangan ini telah lama menikah dan belum dikaruniai anak. Setelah
memohon pada dewa, akhirnya Roro Anteng bisa mengandung, namun dengan syarat
bahwa anak bungsu harus dikorbankan dengan cara melemparkannya ke kawah sebagai
persembahan.
Singkat cerita, pasangan Joko Seger dan Roro Anteng memiliki
25 anak. Karena nalurinya sebagai orang tua, keduanya menolak mengorbankan anak
bungsunya. Sampai kemudian dewa marah dan membuat jilatan api besar keluar dari
kawah. Penduduk berlarian menyelamatkan diri, namun anak bungsu pasangan ini
tak dapat ditemukan.
Setelah menghilangnya sang anak, tiba-tiba terdengar suara
ghaib yang mengatakan bahwa setiap tahunnya suku Tengger harus melaksanakan
upacara persembahan di kawah Gunung Bromo. Hal inilah yang menjadi asal mula
Upacara Kasodo.
Pasir Berbisik
Untuk dapat menikmati keindahan Pasir Berbisik ini, Anda
bisa berjalan kaki menyusuri butiran pasirnya atau dengan menyewa kuda yang
telah siap sekitar lokasi. Jangan lupa memakai masker penutup mulut dan
kacamata lebar. Hal ini dikarenakan pasir yang berterbangan tertiup angin bisa
mengganggu kenyamanan Anda.
Puncak
Jaya Wijaya
Pegunungan Jayawijaya adalah nama untuk deretan pegunungan yang terbentang memanjang di tengah provinsi Papua Barat dan Papua (Indonesia) hingga Papua Newguinea di Pulau Irian. Deretan Pegunungan yang mempunyai beberapa puncak tertinggi di Indonesia ini terbentuk karena pengangkatan dasar laut ribuan tahun silam. Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para olah raga pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para minat khusus peneliti geologi dunia.
Pegunungan Jayawijaya juga merupakan satu-satunya pegunungan
dan gunung di Indonesia yang memiliki puncak yang tertutup oleh salju abadi.
Meskipun tidak seluruh puncak dari gugusan Pegunungan Jayawijaya yang memiliki
salju. Salju yang dimiliki oleh beberapa puncak bahkan saat ini sudah hilang
karena perubahan cuaca secara global.
Pengendapan yang sangat intensif terjadi di benua Australia,
ditambah terjadinya tumbukan lempeng antara lempeng Indo-Pasifik dengan
Indo-Australia di dasar laut. Tumbukan lempeng ini menghasilkan busur pulau,
yang juga menjadi cikal bakal dari pulau dan pegunungan di Papua.
Akibat proses pengangkatan yang terus-menerus, sedimentasi
dan disertai kejadian tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun
menghasilkan pegunungan tinggi seperti yang bisa dilihat saat ini.
Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang tertinggal di bebatuan Jayawijaya.
Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang tertinggal di bebatuan Jayawijaya.
Puncak-puncak Jayawijaya
- Puncak Jaya (dulu namanya puncak Carstenz Pyramide)
- Puncak Meren.
- Puncak Northwall.
- Puncak Ngga Pulu.
- Puncak Sudirman.
- Puncak Trikora.